DETEKSI DINI PENYULIT DAN KOMPLIKASI KEHAMILAN

DETEKSI DINI PENYULIT DAN KOMPLIKASI KEHAMILAN
A.      Masa Kehamilan Muda
1.        Perdarahan Pervaginam
Perdarahan pervaginam pada hamil muda dapat disebabkan oleh implantation bleeding, abortus, kehamilan ektopik dan atau mola hidatidosa.
a)        Implantation bleeding : terjadi sedikit perdarahan saat trophoblast melekat pada endometrium pada 8-12 hari setelah fertilisasi.

b)        Abortus
1)    Pengertian
a)      Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan mampu hidup di luar kandungan.
b)      Abortus spontan adalah abortus yang terjadi secara alamiah tanpa intervensi luar (buatan) untuk mengakhiri kehamilan. Terminologi umumut masalah ini adalah keguguran atau miscarriage.
c)      Abortus buatan adalah abortus yang terjadi akibat intervensi tertentu yang bertujuan untuk mengakhiri proses kehamilan (Prawirohardjo, Sarwono, 2011).
2) Jenis abortus

a)    Abortus imminens
Terjadi perdarahan bercak yang menunjukkan ancaman terhadap kelangsungan suatu kehamilan. Dalam kondisi seperti ini kehamilan masih mengkin berlanjut atau dipertahankan (Prawirohardjo, Sarwono, 2002).
Dasar diagnosis :
(1) Anamnesa
a.     Kram perut bagian bawah
b.    Perdarahan sedikit dari jalan lahir
              (2) Pemeriksaan dalam
a.    Ostium uteri tertutup
b.    Ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan
c.    Uterus lunak
              (3) Pemeriksaan penunjang
a.    Buah kehamilan masih utuh, ada tanda kehidupan janin
b.    Meragukan
c.    Buah khamilan tidak baik, janin mati
              (4) Penanganan
a.    Tidak perlu pengobatan khusus atau tirah baring total
b.    Jangan melakukan aktivitas fisik berlebihan
c.    Jika perdarahan berhenti : lakukan asuhan antenatal seperti biasa dan lakukan penilaian jika perdarahan terjadi
d.   Jika perdarahan terus berlangsung : nilai kondisi janin (USG). Lakukan konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain

b) Abortus insipien
Perdarahan ringan hingga sedang pada kehamilan muda di mana hasil konsepsi masih berada dalam kavum uteri. Kondisi ini menunjukkan kehamilan tidak akan berlanjut dan akan berkembang menjadi abortus inkomplit/komplit (Prawirohardjo, Sarwono, 2002).
Dasar diagnosis :
(1) Anamnesis
a.       Disertai nyeri perut bagian bawah
b.      Perdarahan dari jalan lahir
              (2) Pemeriksaan dalam
a.    Perdarahan sedang hingga banyak
b.    Ostium uteri terbuka
c.    Ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan
d.   Buah kehamilan masih dalam rahim, belum terjadi ekspulsi hasil konsepsi
              (3) Penanganan
a.    Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu, lakukan evakuasi uterus dengan Aspirasi Vakum Manual (AVM). Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang setlah 15 menit jika perlu) dan segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi.
b.    Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, tunggu ekspulsi hasil konsepsi kemudian evakuasi sisa-sisa hasil konsepsi. Jika perlu lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan IV (RL) dengan kecepatan 40 tetes/menit untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi.


c) Abortus incomplitus
Didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi telah lahir keluar dari kavum uteri melalui kanalis servikalis. Perdarahan biasanya terus berlangsung, banyak dan membahayakan ibu. Oleh karena itu uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi sehingga ibu merasakan nyeri namun tidak sehebat inspien (Prawirohardjo, Sarwono, 2002).
Dasar diagnosis :
(1) Anamnesis
(a) Kram perut bagian bawah
(b) Perdarahan banyak dari jalan lahir


(2) Pemeriksaan dalam
(a) Perdarahan sedang hingga banyak
(b) Terasa sisa jaringan buah kehamilan
(c) Ostium uteri terbuka
(d) Ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan


(3) Penanganan
(a) Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui servik. Jika perdarahan berhenti beri ergometrium 0,2 mg IM.
(b) Jika perdarahan banyak dan kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi hasil konsepsi dengan Aspirasi Vakum Manual (AVM), dan jika evakuasi belum dapat dilakukan segera beri ergometrium 0,2 mg IM (ulangi setelah 15 menit jika perlu).
(c) Jika kehamilan lebih dari 16 minggu, berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan IV (RL) dengan kecepatan 40 tetes/menit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi.


d) Abortus komplitus
Seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan dari kavum uteri. Perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan selambat-lambatnya dalam waktu 10 hari perdarahan akan berhenti sama sekali karena masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai (Prawirohardjo, Sarwono, 2002).


(1) Anamnesis
(a) Nyeri perut bagian bawah sedikit/tidak ada
(b) Perdarahan dari jalan lahir sedikit


(2) Pemeriksaan dalam
(a) Perdarahan bercak hingga sedang
(b) Teraba sisa jaringan buah kehamilan
(c) Ostium uteri tertutup/terbuka
(d) Ukuran uterus lebih kecil dari usia kehamilan


(3) Penanganan
(a) Tidak perlu dievakuasi lagi
(b) Observasi untuk melihat adanya perdarahan banyak
(c) Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
(d) Apabila terdapat anemi sedang, berikan tablet sulfat ferrosus 600 mg/hari selama 2 minggu dan jika anemia berat berikan transfusi darah.
(e) Konseling pasca keguguran dan pemantauan lanjut.


e) Abortus infeksiosa
Abortus yang disertai komplikasi infeksi. Adanya penyebaran kuman atau toksin ke dalam sirkulasi dan kavum peritoneum dapat menimbulkan septikemia, sepsis dan peritonitit (Prawirohardjo, Sarwono, 2001).


f) Missed abortus
Perdarahan yang disertai dengan retensi hasil konsepsi y6g telah mati hingga 8 minggu atau lebih. Biasanya memerlukan waktu pengamatan dan pemeriksaan ulang (Prawirohardjo, Sarwono, 2001).

g. Kehamilan ektopik terganggu
Kehamilan ektopik Ialah kehamilan dengan implantasi terjadi di luar kavum uteri. Tuba fallopi merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan ektopik (Prawirohardjo, Sarwono, 2002).


1) Patofisiologi
Kehamilan ektopik terutama terjadi akibat transportasi ovum yang telah dibuahi dari tuba ke rongga rahim.



2) Dasar diagnosis
a) Anamnesis
(1) Terlambat hasid
(2) Gejala kehamilan (mual, pusing, dll)
(3) Nyeri perut lokal atau menyeluruh bisa sampai pingsan atau nyeri bahu.
(4) Perdarahan pervaginam



b) Pemeriksaan fisik
(1) Tanda-tanda syok hopovelemik
(2) Nyeri abdomen
Penanganan :
(a) Jika terjadi kerusakan pada tuba lakukan salpingektomi (tuba yang berdarah dan hasil konsepsi di eksisi bersama-sama).
(b) Jika kerusakan pada tuba kecil lakukan salpingostomi (hasil konsepsi dikeluarkan, tuba dipertahankan)
(c) Lakukan konseling dan nasihat mengenai kesuburannya.
(d) Perbaiki anemia ringan dengan sulfas ferrosus 600 mg/hari per oral selama 2 minggu.
(e) Jadwalkan kunjungan berikutnya untuk pemantauan dalam waktu 4 minggu



h. Molahidatidosa
Adalah suatu kehamilan di mana setelah fertilisasi hasil konsepsi tidak berkembang menjadi embrio tetapi proliferasi dari villi korialis disertai dengan degenerasi hidrofik. Uterus melunak dan adanya janin, kavum uteri banya terisi oleh jaringan seperti rangkaian buah anggur korialis yang seluruhnya atau sebagian berkembang tidak wajar berbentuk gelembung-gelembung seperti anggur (Prawirohardjo, Sarwono, 2001).



1) Faktor predisposisi
(a) Umur sangat muda atau tua
(b) Gizi kurang



2) Dasar diagnosis
(a) Amenorhea
(b) Keluhan gestosis antara lain hiperemesis gravidarum
(c) Perdarahan



3) Penanganan
(a) Lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara prose evakuasi berlangsung berikan infus 10 unit oksitosin ke dalam 500 ml cairan IV (Nacl/RL) dengan kecepatan 40-60 tetes/menit.
(b) Pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin anak).
(c) Lakukan pemantauan 8 minggu selama minimal 1 tahun pasca evakuasi dengan menggunakan tes kehamilan dengan urin.



2. Hipertensi Gravidarum
a. Hipertensi dalam kehamilan mencakup hipertensi karena kehamilan dan hipertensi kronik (meningkatnya tekanan darah sebelum usia kehamilan 20 minggu).
b. Jika hipertensi terjadi pada kehamilan > 20 minggu pada persalinan atau 48 jam pasca persalinan disebut hipertensi dalam kehamilan.
c. Jika hipertensi terjadi pada kehamilan 90 mmHg dalam 2 pengukuran berjarak 1 jam atau tekanan diastolik sampai 110 mmHg.
e. Preeklamsia adalah penyulit kehamilan yang ditimbulkan oleh kehamilan itu sendiri. Pre eklapsia yaitu adanya kenaikan tekanan darah diastolik 90-110 mmHg dalam 2 pengukuran berjarak 4 jam pada kehamilan > 20 minggu. Dengan disertai proteinuria 1++.
f. Preeklamsia berat dapat diketahui dengan adanya kenaikan tekanan darah distolik > 110 mmHg, proteinuria ≥ 2+, oliguria, hiperefleksia, gangguan penglihatan dan nyeri epigastrium.
g. Eklampsi dapat diketahui dengan adanya tanda dan gejala seperti pre eklampsi berat dan disertai adanya kejang.



h. Penanganan
(1) Preeklamsia ringan
(a) Jika kehamilan kurang dari 37 minggu
Ø Jika belum ada perbaikan lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan, pantau tekanan darah, urin, refleks dan kondisi janin. Anjurkan pasien untuk lebih banyak istirahat, diet biasa dan tidak perlu diberi obat-obatan.
Ø Jika tekanan diastolik turun dampai normal pasien dapat dipulangkan dan istirahat serta kontrol ulang 2 kali seminggu.
(b) Jika kehamilan lebih dari 37 minggu
Ø Jika servik matang pecahkan ketuban dan induksi persalinan dengan oksitosin IU dalam 500 ml dekstrose IV 10 tetes/menit atau prostaglandin.
Ø Jika servik belum matang lakukan pematangan dengan prostaglandin atau kateter foley atau lakukan SC.



(2) Preeklamsia berat dan eklamsi
(a) penanganan umum
Ø jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan obat anti hipertensi sampai tekanan diastolik di antara 90-100 mmHg.
Ø Pasang infus RL dengan jarum besar (16 gauge atau lebih).
Ø Ukur keseimbangan cairan jangan sampai terjadi overload.
Ø Kateterisasi urin untuk memantau pengeluaran urin dan proteinuria jumlah urin kurang dari 30 ml per jam hentkan magnesium sulfat (MgSO4) dan berikan cairan IV (Nacl 0,9% atau RL) pada kecepatan 1 liter per 8 jam.
Ø Observasi tanda-tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap jam.
Ø Auskultasi paru untuk mecari tanda-tanda oedema paru.
Ø Hentikan pemberian cairan IV dan berikan diuretik misalnya furosemid 40 mg IV sekali saja jika ada oedema paru.
Ø Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan sederhana (bidside clotting test). Jika pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit kemungkinan terjadi koagulopati.
(b) Penanganan kejang
Ø Beri obat anti konvulasi
Ø Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, sedotan, masker dan balon, oksigen).
Ø Beri oksigen 4-6 liter per menit
Ø Lindungi pasien dari trauma, tetapi jangan diikat terlalu keras.
Ø Baringkan pasien pada sisi kiri untuk mengurangi risiko aspirasi.
Ø Setelah kejang aspirasi mulut dan tenggorokan jika perlu.
(c) Pemberian magnesium sulfat
Ø Dosis awal : MgSO4 g IV sebagai larutan 40% selama 65 menit dan segera dilanjutkan dengan pemberian 10 g larutan MgSO4 50% masing-masing 5 g dipantat kanan dan kiri secara im ditambah 1 ml lidokain 2% pada semprit yang sama. Pasien akan merasa agak panas sewaktu pemberian MgSO4. jika kejang berulang setelah 15 menit berikan MgSO4 40 % IV selama 5 menit.
Ø Dosis pemeliharan : MgSO4 1-2 g per jam per infus, 15 tetes/menit atau 5 g MgSO4 IM tiap 4 jam dan lanjutkan MgSO4 sampai 24 jam pasca persalinan atau kejang berakhir.
(d) Pemberian diazepam
Ø Dosis awal : diazepam 10 mg IV pelan-pean selama 2 menit dan jika kejang berulang, ulangi dosis awal.
Ø Dosis pemeliharaan : diazepam 40 mg dalam 500 ml larutan RL per infus, depresi pernafasan ibu mungkin akan terjadi jika dosis > 30 mg/jam, jangan berikan > 100 mg/24 jam.
Ø Jika pemberian melalui rektum, diazepam diberikan dengan dosis awal 20 mg dalam semprit 10 ml tanpa jarum. Jika konvulsi tidak teratasi dalam waktu 10 menit beri tambahan 10 mg/jam atau lebih tergantung pada berat badan pasien dan respons klinik.



3. Nyeri Perut Bagian Bawah
a. Nyeri perut bagian bawah perlu dicermati karena kemungkinan peningkatan kontraksi uterus dan mungkin mengarah pada adanya tanda-tanda ancaman aborsi/threatened abortion.
b. Nyeri yang membahayakan bersifat hebat, menetap dan tidak hilang setelah beristirahat.
c. Hal ini berhubungan dengan appendicitis, kehamilan ektopik, aborsi, radang panggul, penyakit kantong empedu uterus yang irritable ISK, atau abrupsio placentae.
Penanganan :
a. Tanyakan pada ibu mengenai karakteristik nyeri, kapan terjadi, seberapa hebat, kapan mulai dirasakan, apakah berkurang bila untuk istirahat.
b. Tanyakan pada ibu mengenai tanda dan gejala lain yang mungkin menyertai misalnya muntah, mual, diare dan panas badan.
c. Ukur dan monitor vital sign.
d. Lakukan pemberian luar dan periksa dalam, raba kelembutan abdomen/rebound tenderness/kelembutan yang mungkin berulang, periksa adanya nyeri sudut costovertebra/pinggang bagian dalam.
e. Periksa adanya proteinuria.

B. Masa Kehamilan Lanjut
1. Perdarahan Pervaginam
a. Perdarahan pada kehamilan lanjut/lebih sering disebut antepartum haemorrage/APH didefinisikan bleeding dari genetali tract setelah 24 minggu kehamilan dan sebelum bayi lahir. Bleeding yang terjadi selama persalinan disebut intrapartum haemorrage.

b. APH : komplikasi serius karena bisa menyebabkan kematian maternal dan bayi. Ada 2 jenis APH yaitu :
1) Plasenta previa
Keadaan ketika plasenta terletak di tempat yang tidak normal yakni di segmen bawah uterus sehingga menutupi sebagian/seluruh ostium uteri internmu. Plasenta previa terdiri dari :
a) Plasenta previa totali : jika plasenta menutupi seluruh permukaan.
b) Plasenta previa lateralis : jika plassenta menutupi sebagian dari pembukaan.
c) Plasenta previa marginalis : jika tepi plasenta mencapai pembukaan.
d) Plasenta letak rendah : jika plasenta berada pada segmen bawah uterus, tetapi tidak mencapai pembukaan jalan lahir.
Gejala plasenta previa
a) Perdarahan bercak tanpa terjadi pada usia kehamilan > 22 minggu.
b) Darah segar atau kehitaman dengan bekuan, kadang-kadang terjadi waktu bangun tidur.
Penanganannya :
a) Tidak dianjurkan untuk melakukan pemeriksan dalam.
b) Pemeriksaan inspekulo secara hati-hati dan benar, dapat menentukan sumber perdarahan dari kanalis servikalis atau sumber lain.
c) Rawat inap dan tirah baring serta berikan antibiotik profilaksis.
d) Pemeriksaan USG untuk menentuan implantasi plasenta.
e) Perbaiki anemia dengan pemberian sulfas ferrosus per oral 60 mg selama 1 hari.

2) Solusio placenta
Terlepasnya plasenta dari tempat implantasi yang normal pada uterus sebelum waktunya. Sebab terjadinya solusi plasenta antara lain trauma, tali pusat pendek, hipertensi menahun, umur yang telah tua dan multiparitas tinggi.
Gejala solusi plasenta :
a) Perdarahan dengan nyeri intermitten atau menetap
b) Warna darah kehitaman dan cair, tetapi mungkin ada bekuan jika solutio relatif baru.
c) Jika ostium terbuka, terjadi perdarahan berwarna merah segar.
Penanganan :
a) Tanyakan pada ibu tentang karakteristik perdarahan, kapan mulai terjadi, seberapa banyak, warnanya, adakah gumpalan rasa nyeri ketika perdarahan.
b) Periksa tekanan darah ibu, duhu, nadi dan denyut jantung janin.
c) Lakukan pemeriksaan eksternal, rasakan apakah perut bagian bawah teraba lembut, kenyal ataukah keras.
d) Jangan lakukan pemeriksaan dalam, apabila mungkin periksa dengan speculum.

3) Ruptur Uteri
Perdarahan dapat terjadi intra abdominal dan atau vaginal kecuali jika kepala janin menutupi rongga panggul.
Tanda dan gejala : nyeri hebat sebelum perdarahan dan syok, yang memungkinkan hilang setelah terjadi regangan hebat pada perut bawah.
Penanganan : perbaiki kehilangan darah dengan pemberian infus IV cairan (Nacl 0,9% atau RL) sebelum tindakan pembedahan dan lakukan SC serta lahirkan plasenta segera setelah kondisi stabil.


2. Gerakan Janin Tak Terasa
a. Secara normal itu merasakan adanya gerakan janin pada bulan ke-5 atau ke-6 usia kehamilan, namun pada beberapa ibu mungkin merasakan gerakan janin lebih awal.
b. Jika bayi tidur gerakan janin melemah. Gerakan bayi terasa sekali pada saat ibu istirahat, makan, minum dan berbaring.
c. Biasnya bayi bergerak paling sedikit 3x dalam periode 3 jam.

3. Keluar Cairan Pervaginam
a. Batasan
1) Keluarnya cairan berupa air-air dari vagina pada trimester III.
2) Ketuban dinyatakan pecah dini jika terjadi sebelum proses persalinan berlangsung.
3) Pecahnya selaput ketuban terjadi pada kehamilan preterm
4) Pecahnya selaput ketuban terjadi pada kehamilan pretem (sebelum usia kehamilan 37 minggu) maupun padakehamilan aterm.

b. Deteksi dini
Strategi pada perawatan antenatal :
1) Deteksi faktor risiko
2) Deteksi infeksi secara dini
3) USG
Tanda bahaya pada kehamilan
  Perdarahan pervaginam
  Sakit kepala yang hebat
  Bengkak di wajah dan tangan
  Penglihatan kabur
  Keluar cairan pervaginam
  Gerakan janin berkurang
  Nyeri perut hebat


Bagikan melalui media sosial
Atau
Bagikan dengan tautan
Posting Komentar